Kajian Tasawuf diasuh oleh: KH. Mohammad Danial Royyan
بحث علم التصوف في كتاب "إيقاظ الهمم" للشيخ العلامة أحمد بن محمد بن عجيبة الحسني في شرح كتاب "الحكم" التي صنفها العارف بالله الشيخ العلامة إبن عطاء الله السكندري في مجلس التعليم "تصوير الأفكار" للمربي الشريف كياهى الحاج محمد دانيال ريان
Syeikh Ibnu Athoillah As-Sakandary RA mengatakan, syukur merupakan pengakuan (الإعتراف) seorang hamba bahwa segala nikmat yang diterimanya adalah semata-mata anugerah Allah SWT, baik secara lisan, perbuatan maupun dalam relung hati yang paling dalam (الذهن).
Syeikh Ibnu Athoillah As-Sakandary RA membagi syukur menjadi 3 tingkatan. Yakni syukurnya orang awam, khosh, dan khowashul khowash. Syukurnya orang awam biasanya hanya saat ia menerima nikmat saja. Seperti makan, minum, berpakaian, punya uang, badan sehat, dll. Syukurnya orang khosh (khusus) lebih luas lagi daripada hanya bersyukur atas nikmat, akan tetapi sudah menyangkut nikmat ketika mendapatkan musibah dan malapetaka. Seperti sakit, kelaparan kemiskinan dan kematian yang menimpa. Adapun syukurnya orang khowashul khowash (khususnya khusus), atau orang yang sudah mencapai derajat makrifat yaitu ia merasa sudah tidak mendapatkan nikmat atau malapetaka dari Allah, dikarenakan ia telah begitu dekat dan cintanya kepada Allah (المحبوب).
Selanjutnya Syeikh Ibnu Athoillah As-Sakandary RA membagi syukur ada 3 macam. Yakni syukur yang bersifat duniawi (dunia), bersifat diniyyi (agama) dan ukhrowi (akherat). Sebagai contoh syukur duniawi yaitu kesehatan, harta yang halal, dll. Yang bersifat diniyyi seperti diberikan ilmu, amal, taqwa dan makrifat kepada Allah. Sedangkan syukur yang bersifat ukhrowi yaitu amal yang sedikit, dibalas dengan anugerah yang banyak. Adapun agung-agungnya nikmat diniyyi (agama) yaitu bersyukur atas nikmat Islam, iman dan makrifat dengan meyakini bahwa segala nikmat itu merupakan anugerah yang datang dari Allah. Ia datang tanpa washilah, daya dan kekuatan dari siapa dan apa pun.
Sehubungan hal tersebut, agar iman dan rasa syukur seseorang tetap dalam keadaan istiqamah, dianjurkan untuk selalu berdoa sebagai berikut:
اللهم حبب إلينا الإيمان وزينه في قلوبنا وكره إلينا الكفر، والفسوق والعصيان
"Ya Allah, jadikanlah kami cinta keimanan dan jadikanlah indah keimanan itu dalam hati kami serta jadikanlah kami benci kepada kekufuran, kefasiqan dan kemaksiatan".
Doa tersebut dalam Ilmu Balaghoh disebut badi' iqtibas, yaitu memperindah sebuah ungkapan yang mengutip ayat dari Alquran atau matan Al-Hadits tanpa merubah lafadz dan maknanya.
Selanjutnya, Al-Imam Abu Thalib al-Makky RA (Penyusun kitab "Qut al-qulub /قوت القلوب) menyatakan bahwa jika saja hati kita dibolak-balikkan dalam keraguan (الشك), dan kesesatan (الضلال) sebagaimana terjadi saat kita niat dalam setiap amal perbuatan, apa yang bisa kita perbuat, kepada siapa kita bergantung dan dengan apa kita bisa tenang dan berharap?. Maka ketahuilah bahwa hal itu semua adalah nikmat-nikmat yang agung.
Adapun untuk mengetahuinya adalah dengan bersyukur atas nikmat iman itu. Sedangkan ketidaktahuan kita (الجهل) merupakan bentuk kelupaaan (الغفلة) terhadap nikmat iman yang dapat mendatangkan akibat yang fatal. Dan pengakuan iman atas dasar usahanya, akalnya atau dengan kemampuan daya dan kekuatannya sendiri adalah bentuk kekufuran yang nyata.
Yang lebih dikhawatirkan oleh Syeikh Abu Thalib al-Makky RA adalah seorang yang telah menegasi imannya atas dasar khayalannya, padahal sesungguhnya ia telah menggadaikan syukur nikmat iman dengan kekufuran. Nauzubillah.
Al Mutarjim : Muhammad Umar Said